Senin, 18 Maret 2019

Plimsoll Mark

PLIMSOL MARK (MERKAH KAMBANGAN)


Tujuan Plimsol Mark

Tujuan dari PLIMSOL MARK adalah untuk memastikan bahwa Freeboard kapal telah cukup (ketinggian dari permukaan air ke geladak utama) dan dengan demikian memiliki daya apung yang cukup (misalnya, volume tertutup oleh daerah antara garis air dan dek utama). Freeboard untuk kapal komersial diukur dari antara titik terendah uppermost sampai ke permukaan air dan tidak boleh kurang dari freeboard yang telah ditandai pada Load Line Certificate yang dikeluarkan untuk kapal tersebut. Semua kapal komersial, selain dalam keadaan luar biasa, memiliki simbol Load Line yang dicat pada bagian Midship di setiap sisi kapal. Simbol ini juga harus ditandai secara permanen, jadi jika cat abate tetap terlihat. Plimsol Mark memudahkan bagi siapa saja untuk menentukan apakah kapal itu kelebihan beban atau tidak. lokasi persis dari Load Line/Plimsol Mark dihitung dan/atau diverifikasi oleh Classification Societies yang mengeluarkan sertifikat yang relevan.

Definisi Plimsol Mark

Merkah Kambangan adalah suatu tanda yang dipasang di lambung kanan dan kiri kapal yang merupakan pembatasan sarat kapal maksimum yang diizinkan untuk kapal tesebut. Hal ini dimaksudkan untuk keselamatan kapal sesuai dengan konstruksi dan fungsi kapal. 

Tanda ini diberikan sebagai pedoman bagi semua pihak terkait, termasuk awak kapal, pemilik kapal, syahbandar dan lain-lain, agar kapal tidak mengangkut mutan melebihi batas plimsoll mark tersebut. Tanda ini berupa sebuah lingkaran yang mempunyai ketebalan tertentu dan ditengahnya diberi garis horisontal yang lebih panjang dari diameter lingkaran tersebut. Di kiri kanan lingkaran, di atas garis horisontal, dituliskan huruf-huruf yang menyatakan biro klasfikasi mana yang dipakai kapal tersebut. Sebagai contoh pada gambar berikut tertulis huruf B-V, artinya kapal ini mengikuti kelas Bureau Veritas dari Perancis. 

Di samping lingkaran, pada sebelah kiri-kanan atau hanya kanan saja, diberi garis-garis yang satu tegak dan yang lainya mendatar, untuk batas sarat kapal di berbagai jeinis perairan dan musim. Penempatan plimsoll mark ini dhitung jaraknya dari garis dek yang dipasang pada dek tengah-tengah kapal. Seluruh tanda-tanda tersebut diberikan oleh Klas setelah dilakukan perhitungan yang seksama, sesuai fungsi, jenis dan ukuran kapal, untuk keselamatan kapal tersebut. 

Tanda plimsoll merupakan garis horizontal yang menembus lingkaran. Tanda ini dicantumkan tegak lurus dibawah tengah – tengah garis geladak sedemikian rupa sehingga jarak antara dari sisi atas kedua garis sama dengan Lambung Timbul Musim Panas ( Freeboard Summer ) adapun ketebalan garis - garis pada tanda plimsol tersebut adalah setebal 25 mm. Disamping dari tanda plimsoll terdapat beberapa garis lambung timbul yang menunjukkan tinggi maksimum garis muat bagi keadaan tertentu sesuai dengan daerah pelayaran dimana kapal tersebut berada dan dengan sendirinya dapat diketahui batasan maksimum daya angkut kapal itu demi untuk menjaga keamanan kapal, muatan dan keselamatan jiwa manusia dilaut. 


Tanda – tanda dan singkatan pada Jarak antara Tanda – tanda pada Plimsoll mark : Plimsoll mark : 
TF = Tropical Fresh Water 
F   = Fresh Water                                       Jarak S – T = 1/48 bagian sarat summer
W  = Winter                                                Jarak S – W = 1/48 bagian sarat summer
S   = Summer                                             Jarak S – F = Fresh Water Allowance ( FWA )
T   = Tropik                                                 Jarak T – TF = Fresh Water Allowance ( FWA )
WNA = Winter North Atlantic

FRESH WATER ALLOWANCE adalah besarnya perubahan sarat kapal yang terjadi jika kapal yang mengapung disuatu perairan laut yang memiliki berat jenis 1025 kg/mberpindah tempat ke perairan yang memiliki berat jenis 1000 kg/matau sebaliknya.
                              FWA = W / 40 TPC
                                  W = Displacement pada sarat Summer ( Summer Displacement )
                              TPC = Ton per centimeter immersion

Dock Water Allowance adalah besarnya perubahan sarat kapal yang terjadi jika kapal yang mengapung disuatu perairan laut yang memiliki berat jenis 1025 kg/m, berpindah tempat keperairan yang memiliki berat jenis lebih besar dari 1000 kg/m tetapi kurang dari 1025 kg/matau sebaliknya.
                             DWA = FWA X ( 1.025 – D ) / ( 1.025 – 1000 )
                                   D = Density dimana kapal mengapung 

Faktor yang mempengaruhi PLIMSOL MARK
Structural Strength – Semakin dalam draft kapal (jumlah kapal yang bawah air), semakin besar beban dikenakan pada struktur kapal.

Compartmentalization – Dalam hal terjadi kecelakaan (atau korban dalam hal laut), jumlah daya apung cadangan yang tersedia akan tergantung pada bagaimana lambung dibagi ke dalam kompartemen kedap air yang terpisah. Kompartementalisasi ini sangat penting dalam desain dan konstruksi kapal penumpang dan garis beban subdvision khusus ditugaskan untuk kapal.

Deck Height – Platform tinggi (ketinggian dari dek cuaca di atas permukaan air) adalah ukuran seberapa kapal mungkin akan terpengaruh oleh laut yang menyapu geladak.

Transverse Stability – Meskipun freeboard tidak secara langsung menentukan stabilitas sisi-ke-sisi kapal, freeboard yang lebih tinggi akan memungkinkan kapal untuk roll lebih lanjut sebelum menenggelamkan dek.

Hull Form – Sheer menggambarkan kurva antara haluan dan buritan. Sebuah kapal dengan freeboard tinggi pada busur dan tegas dibandingkan dengan midships (mana freeboard diukur) memiliki cadangan bouancy lebih.

Fullness – Bentuk bawah air dari lambung. Sebuah salib persegi-bagian seperti pada sebuah kapal tanker, diuraikan sebagai “penuh” dan memiliki daya apung cadangan kurang dengan freeboard yang sama dari lambung lebih bulat seperti itu dari kapal tunda atau kapal.

Length – Sebuah kapal panjang hanya beberapa meter dari freeboard memiliki daya apung cadangan kurang bahwa sebuah kapal yang lebih pendek dengan freeboard yang sama.

Type of Vessel and Cargo – Tanker dan kapal kargo apung Lumber dengan freeboard membutuhkan waktu kurang dari satu kapal penumpang atau containership.

Senin, 11 Maret 2019

Quiz Bangunan Kapal 1

Setelah mempelajari artikel Bangunan Kapal 1 (Ukuran - Ukuran Pokok Kapal) maka diharapkan para siswa dapat mengisi Quiz Bangunan Kapal 1 ini dengan hasil yang baik.


Oseanografi

PASANG SURUT AIR LAUT

Definisi Pasang Surut

Menurut Pariwono (1989), fenomena pasang surut diartikan sebagai naik turunnya muka laut secara berkala akibat adanya gaya tarik benda-benda angkasa terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Sedangkan menurut Dronkers (1964) pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari, bumi dan bulan. 

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari.

Pasang laut menyebabkan perubahan kedalaman perairan dan mengakibatkan arus pusaran yang dikenal sebagai arus pasang, sehingga perkiraan kejadian pasang sangat diperlukan dalam navigasi pantai. Wilayah pantai yang terbenam sewaktu pasang naik dan terpapar sewaktu pasang surut, disebut mintakat pasang, dikenal sebagai wilayah ekologi laut yang khas.


Teori Pasang Surut

1. Teori Kesetimbangan (Equilibrium Theory)

Teori kesetimbangan pertama kali diperkenalkan oleh Sir Isaac Newton (1642-1727). Teori ini menerangkan sifat-sifat pasut secara kualitatif. Teori terjadi pada bumi ideal yang seluruh permukaannya ditutupi oleh air dan pengaruh kelembaman (Inertia) diabaikan. Teori ini menyatakan bahwa naik-turunnya permukaan laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut (King, 1966). Untuk memahami gaya pembangkit passng surut dilakukan dengan memisahkan pergerakan sistem bumi-bulan-matahari menjadi 2 yaitu, sistem bumi-bulan dan sistem bumi matahari.
Pada teori kesetimbangan bumi diasumsikan tertutup air dengan kedalaman dan densitas yang sama dan naik turun muka laut sebanding dengan gaya pembangkit pasang surut atau GPP (Tide Generating Force) yaitu Resultante gaya tarik bulan dan gaya sentrifugal, teori ini berkaitan dengan hubungan antara laut, massa air yang naik, bulan, dan matahari. Gaya pembangkit pasut ini akan menimbulkan air tinggi pada dua lokasi dan air rendah pada dua lokasi (Gross, 1987).

2. Teori Pasut Dinamik (Dynamical Theory)

Pond dan Pickard (1978) menyatakan bahwa dalam teori ini lautan yang homogen masih diasumsikan menutupi seluruh bumi pada kedalaman yang konstan, tetapi gaya-gaya tarik periodik dapat membangkitkan gelombang dengan periode sesuai dengan konstitue-konstituennya. Gelombang pasut yang terbentuk dipengaruhi oleh GPP, kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi, dan pengaruh gesekan dasar. Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Laplace (1796-1825). Teori ini melengkapi teori kesetimbangan sehingga sifat-sifat pasut dapat diketahui secara kuantitatif. Menurut teori dinamis, gaya pembangkit pasut menghasilkan gelombang pasut (tide wive) yang periodenya sebanding dengan gaya pembangkit pasut. Karena terbentuknya gelombang, maka terdapat faktor lain yang perlu diperhitungkan selain GPP. Menurut Defant (1958), faktor-faktor tersebut adalah :
     • Kedalaman perairan dan luas perairan
     • Pengaruh rotasi bumi (gaya Coriolis)
     • Gesekan dasar

Rotasi bumi menyebabkan semua benda yang bergerak di permukaan bumi akan berubah arah (Coriolis Effect). Di belahan bumi utara benda membelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan benda membelok ke kiri. Pengaruh ini tidak terjadi di equator, tetapi semakin meningkat sejalan dengan garis lintang dan mencapai maksimum pada kedua kutub. Besarnya juga bervariasi tergantung pada kecepatan pergerakan benda tersebut. 

Menurut Mac Millan (1966) berkaitan dengan dengan fenomeana pasut, gaya Coriolis mempengaruhi arus pasut. Faktor gesekan dasar dapat mengurangi tunggang pasut dan menyebabkan keterlambatan fase (Phase lag) serta mengakibatkan persamaan gelombang pasut menjadi non linier semakin dangkal perairan maka semaikin besar pengaruh gesekannya.


Faktor Penyebab Terjadinya Pasang Surut

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pasang surut berdasarkan teori kesetimbangan adalah rotasi bumi pada sumbunya, revolusi bulan terhadap matahari, revolusi bumi terhadap matahari. Sedangkan berdasarkan teori dinamis adalah kedalaman dan luas perairan, pengaruh rotasi bumi (gaya coriolis), dan gesekan dasar. Selain itu juga terdapat beberapa faktor lokal yang dapat mempengaruhi pasut disuatu perairan seperti, topogafi dasar laut, lebar selat, bentuk teluk, dan sebagainya, sehingga berbagai lokasi memiliki ciri pasang surut yang berlainan (Wyrtki, 1961).

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak. Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat daripada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua tonjolan (bulge) pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, yaitu sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Priyana,1994).

Bulan dan matahari keduanya memberikan gaya gravitasi tarikan terhadap bumi yang besarnya tergantung kepada besarnya masa benda yang saling tarik menarik tersebut. Bulan memberikan gaya tarik (gravitasi) yang lebih besar dibanding matahari. Hal ini disebabkan karena walaupun masa bulan lebih kecil dari matahari, tetapi posisinya lebih dekat ke bumi. Gaya-gaya ini mengakibatkan air laut, yang menyusun 71% permukaan bumi, menggelembung pada sumbu yang menghadap ke bulan. Pasang surut terbentuk karena rotasi bumi yang berada di bawah muka air yang menggelembung ini, yang mengakibatkan kenaikan dan penurunan permukaan laut di wilayah pesisir secara periodik. Gaya tarik gravitasi matahari juga memiliki efek yang sama namun dengan derajat yang lebih kecil. Daerah-daerah pesisir mengalami dua kali pasang dan dua kali surut selama periode sedikit di atas 24 jam (Priyana,1994).

Tipe Pasang Surut

Berdasarkan faktor pembangkitnya, pasang surut dapat dibagi dalam dua kategori yaitu: pasang purnama (pasang besar, spring tide) dan pasang perbani (pasang kecil, neap tide). Pasang laut purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang laut purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.
Gambar 1 . Pasang Purnama (saat purnama)

Pasang laut perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang naik yang rendah dan pasang surut yang tinggi. Pasang laut perbani ini terjadi pada saat bulan seperempat dan tigaperempat.

Gambar 2. Pasang perbani

Perairan laut memberikan respon yang berbeda terhadap gaya pembangkit pasang surut, sehingga terjadi tipe pasut yang berlainan di sepanjang pesisir. 
Menurut Dronkers (1964), ada tiga tipe pasut yang dapat diketahui, yaitu :
  1. Pasang surut diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi satu satu kali pasang dan satu kali surut. Biasanya terjadi di laut sekitar katulistiwa.  
  2. Pasang surut semi diurnal. Yaitu bila dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang hampir sama tingginya.
  3. Pasang surut campuran. Yaitu gabungan dari tipe 1 dan tipe 2, bila bulan melintasi khatulistiwa (deklinasi kecil), pasutnya bertipe semi diurnal, dan jika deklinasi bulan mendekati maksimum, terbentuk pasut diurnal.
Menurut Wyrtki (1961), pasang surut di Indonesia dibagi menjadi 4 yaitu :
  1. Pasang surut harian tunggal (Diurnal Tide). Merupakan pasut yang hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari, ini terdapat di Selat Karimata.
  2. Pasang surut harian ganda (Semi Diurnal Tide). Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, ini terdapat di Selat Malaka hingga Laut Andaman.
  3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (Mixed Tide, Prevailing Diurnal). Merupakan pasut yang tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan waktu, ini terdapat di Pantai Selatan Kalimantan dan Pantai Utara Jawa Barat.
  4. Pasang surut campuran condong harian ganda (Mixed Tide, Prevailing Semi Diurnal). Merupakan pasut yang terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang berbeda, ini terdapat di Pantai Selatan Jawa dan Indonesia Bagian Timur.

Rabu, 06 Maret 2019

Quiz Hukum Maritim 1


Setelah membaca dan mempelajari artikel Hukum Maritim 1 (Pembagian Wilayah Laut) maka diharapkan para siswa dapat menjawab Quiz Hukum Maritim 1 ini dengan hasil yang baik.

Selasa, 05 Maret 2019

HUKUM MARITIM 1


Pembagian Wilayah Laut


Pada tahun 1982 Konvensi Hukum Laut PBB memberikan dasar hukum bagi negara-negara kepulauan untuk menentukan batasan lautan sampai zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen. Dengan dasar ini suatu negara memiliki wewenang untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang ada di zona tersebut. Sesuai dengan Hukum Laut Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982 berikut ini adalah pembagian wilayah laut menurut konvensi Hukum Laut PBB :

1. Perairan Pedalaman (Internal Water)

Perairan pedalaman adalah bagian dari laut yang berkaitan langsung dengan daratan yang dipandang sebagai bagian dari daratan tersebut. Perairan pedalaman ini secara geometrik merupakan perairan yang ada di dalam teluk, sungai dan pelabuhan. Menurut pasal 8 UNCLOS 1982 Internal water (laut pedalaman) adalah perairan pada sisi darat garis pangkal laut territorial merupakan bagian perairan pedalaman negara tersebut. Sedangkan pasal 3 ayat (4) UU No. 6/1996 menegaskan bahwa perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia termasuk ke dalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat dari suatu garis penutup.

2. Perairan Kepulauan (Archipelagic Sea)

Perairan kepulauan adalah perairan yang ada di dalam wilayah negara yang dibatasi oleh batas perairan pedalaman (closing line) dan garis dasar. 

3. Laut Teritorial (Territorial Sea)

Laut Teritorial adalah bagian laut selebar 12 mil yang diukur dari garis dasar ke arah laut. Dalam wilayah laut teritorial ini pemerintah memiliki kedaulan penuh atas wilayah laut teritorial dan berlaku hak lintas laut damai bagi kepentingan internasional. Negara mempunyai hak untuk menetapkan lebar laut teritorialnya tidak melebihi 12 mil laut yang diukur dari garis pangkal (Pasal 3 Konvensi Hukum laut 1982).

4. ZEE (200 mil) (Zone Economic Exclusive)

ZEE adalah bagian laut selebar 200 mil dari garis dasar (Pasal 57 Konvensi Hukum laut 1982). Zona ekonomi eksklusif adalah daerah di luar dan berdamping dengan laut teritorial yang tunduk pada rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan yurisdiksi negara pantai, hak dan kebebasan negara lain yang diatur oleh konvensi. 

5. Laut Bebas (High Sea)

Laut lepas adalah semua bagian laut yang tidak termasuk zona ekonomi eksklusif, laut teritorial atau perairan pedalaman suatu negara dan perairan kepulauan dalam Negara kepulauan (Pasal 86 Konvensi Hukum Laut 1982).
Gambar. Pembagian Wilayah Laut Menurut UNCLOS 1982



BANGUNAN KAPAL 1


UKURAN – UKURAN POKOK KAPAL


Untuk menunjukkan besar kecilnya kapal ada dua cara yaitu dengan cara melihat ukuran utama kapal dan dengan cara melihat tonase (tonnage) kapal. Ukuran utama kapal (ship main dimension) merupakan nilai-nilai yang menyatakan dimensi atau ukuran sebuah kapal. Penampang sebuah kapal dibedakan atas penampang melintang dan membujur. Bentuk dari penampang ini tergantung dari tipe kapal dan kegunaan dari kapal tersebut. Penampang melintang adalah suatu gambaran yang jelas mengenai kaitan antara tipe kapal, sistem kerangka yang digunakan serta perbedaan yang nyata mengenai perkuatan - perkuatan dan jumlahnya pada konstruksi bagian kapal yang mendapat tekanan terbesar yaitu dasar berganda.

Ukuran-ukuran pokok kapal terdiri dari :
1. Ukuran membujur / memanjang (longitudinal)
2. Ukuran melintang / melebar (transverzal)
3. Ukuran tegak / vertikal 


3.1. Ukuran Memanjang / Membujur 

1. Panjang seluruhnya (Length Over All = LOA)
ialah jarak membujur sebuah kapal dari titik terdepan linggi haluan kapal sampai ke titik terbelakang buritan kapal, diukur sejajar lunas. Jarak ini merupakan jarak terpanjang dari sebuah kapal yang gunanya sangat penting untuk memperkirakan panjang dermaga yang digunakan sewaktu kapal sandar.

2. Panjang antara garis tegak (Length Between Perpendiculars = LBP)
ialah panjang kapal dihitung dari garis tegak depan sampai ke garis tegak belakang.
  • Garis tegak depan (Forward perpendicular) ialah sebuah garis khayalan yang memotong tegak lurus garis muat perancang kapal dengan linggi depan. 
  • Garis tegak belakang (After perpendicular) ialah sebuah garis khayalan yang biasanya terletak pada tengah-tengah cagak kemudi atau bagian belakang dari poros kemudi. Panjang antara garis tegak diukur sejajar lunas dan merupakan panjang lambung bebas (freeboard length).
3. Panjang sepanjang garis air/muat (Length on the Load Water Line = LLWL)
ialah panjang kapal yang diukur dari perpotongan garis air dengan linggi haluan sampai ke titik potong garis air dengan linggi belakang diukur sejajar lunas.

4. Panjang terdaftar ( Registered length) 
ialah panjang seperti yang tertera di dalam sertifikat kapal itu, yaitu dihitung dari ujung terdepan geladak sampai garis tegak belakang diukur sejajar lunas.

Gambar. Ukuran Panjang Kapal

3.2. Ukuran Melintang / Melebar 

1. Lebar terbesar atau lebar ekstrim ( Extreme breadth )
ialah jarak melintang dari suatu titik terjauh di sebelah kiri sampai ke titik terjauh disebelah kanan badan kapal diukur pada lebar terlebar ( tepi pelat kulit sebelah luar badan kapal ).

2. Lebar dalam (Moulded breadth) 
ialah lebar / jarak melintang kapal dihitung dari tepi dalam pelat kulit kanan sampai tepi dalam pelat kulit kiri, diukur pada bagian kapal yang terlebar.

3. Lebar terdaftar (Registered breadth) 
ialah lebar seperti yang tertera di dalam sertifikat kapal itu. Panjangnya sama dengan lebar dalam (Moulded breadth),
Gambar. Ukuran Lebar Kapal

3.3. Ukuran tegak (Vertikal) 

1. Sarat kapal 
ialah jarak tegak yang diukur dari titik terendah badan kapal / lunas kapal sampai garis air. 

2. Lambung bebas (Free board) 
ialah jarak tegak dari garis air sampai geladak lambung bebas atau garis deck (free board deck or deck line).

3. Dalam (depth)
ialah jarak tegak yang diukur dari titik terendah badan kapal / lunas kapal sampai ke titik di geladak lambung bebas tersebut. Jadi dalam (depth) itu jumlah sarat kapal dan lambung bebas.
Gambar. Ukuran Tegak Kapal

3.4. Tonase Kapal
Tonase adalah besaran volume, karena itu satuannya adalah satuan volume dimana satu register tonase (RT) menunjukkan suatu ruangan sebesar 100 club feet atau 1/0,353 m3 atau sama dengan 2,8328 m3. 

Jenis – jenis tonase

1. Brutto Register Tonnage (BRT) = Gross Tonnage (GT)= sama dengan isi kotor 
adalah volume total dari semua ruangan-ruangan tertutup dalam kapal dikurangi dengan volume dari sejumlah ruangan-ruangan tertentu untuk keamanan kapal. Isi kotor besarnya tertera di dalam sertifikat kapal. Ruangan – ruangan untuk keamanan kapal seperti : dasar berganda (double bottom), tangki ceruk depan (fore peak tank), tangka ceruk belakang (after peak tank), dek shelter (shelter deck), dapur, anjungan (kamar kemudi), kantor nahkoda, ruang kosong di atas kamar mesin.

2. Netto Register Tonnage (NRT) = Netto Tonnage (NT) = isi bersih
adalah isi kotor dikurangi dengan sisi sejumlah ruangan-ruangan yang berfungsi tidak dapat dipakai untuk mengangkut barang muatan kapal. 

3. Isi Tolak (Displacement = berat benaman)
Isi tolak sebuah kapal yang terapung di air ialah berat air yang dipindahkan oleh kapal itu. Isi tolak merupakan jumlah dari :
  • Berat kapal kosong hanya dengan inventaris tetap saja
  • Berat muatan
  • Berat bahan bakar, air tawar, ballast, dan gudang
  • Berat perlengkapan dan inventaris tidak tetap
Untuk menghitung volume kapal yang terapung di air laut digunakan rumus :
L x B x D x Cb
Dimana : L = panjang kapal
               B = lebar kapal
               D = dalam
             Cb = Coefficient block
1 long ton = 1016 kg = 2240 lbs
Berat jenis air laut diambil rata – rata 1,025
Cb atau Coefficient block berkisar antara 0,65 – 0,68
1 kaki kubik laut = 64 lbs
Jadi 1 long ton air laut volumenya = kaki kubik = 35 kk
Jadi berat sebuah kapal di air laut = long ton

Contoh perhitungan :

Diketahui :
Sarat rata – rata = 23,3 kaki
Displacement pada sarat rata – rata tersebut 9980 ton(dari skala)
Berat bahan bakar seluruhnya = 560 ton
Berat air tawar seluruhnya = 130 ton
Jumlah air ballast di kapal = 600 ton
Gudang dan lain – lain = 140 ton
Berat kapal kosong = 4300 ton

Ditanyakan : berapa ton muatan yang sudah masuk pada sarat rata – rata tersebut?

Jawab : 
Isi tolak merupakan jumlah dari berat kapal kosong dan inventaris tetap, berat muatan, bahan bakar, air tawar, air ballast, dan gudang. Pada sarat rata – rata tersebut berat kapal kosong + bahan bakar + air tawar + ballast + gudang = 4300 + 560 + 130 + 600 + 140 = 5730 ton. 
Muatan yang sudah ada di kapal pada sarat rata – rata 23,3 kaki = 9980 – 5730 = 4250 ton

4. Bobot Mati (Dead Weight = dwt)
Bobot mati atau dwt ialah isi tolak dikurangi dengan berat kapal kosong dan inventaris tetap saja. Dengan demikian bobot mati dapat diartikan dengan jumlah berat muatan, bahan bakar, air tawar, ballast, gudang, dan inventaris tidak tetap sehingga kapal tenggelam sarat maksimumnya.

5. Tonnase Perlengkapan (Equipment Tonnage)
Ialah tonnase yang diperlukan oleh Biro Klasifikasi untuk menentukan ukuran dan kekuatan alat – alat labuh seperti jangkar, rantai jangkar, derek jangkar, dll.

6. Tonnase Tenaga (Power Tonnage)
Ialah berat kapal kotor ditambah PK mesin kapal itu (BRT + PK mesin)

7. Berat Kapal Kosong (Light Displacement)
Ialah berat kapal hanya dengan inventaris tetapnya saja tanpa muatan, bahan bakar, air tawar, ballast, dll.

8. Isi Benaman (Volume of Displacement)
Volume zat cair yang dipindahkan oleh kapal itu. 1 long ton air laut volumenya = 35 kaki kubik, 

9. Modified Tonnage
Kapal dengan geladak shelter terbuka mempunyai tonnase yang lebih kecil daripada yang seharusnya mereka miliki sehingga kapal – kapal tersebut tidak dapat dimuati lebih dalam lagi.

10. Alternative Tonnage
Ada 2 jenis tonnase alternative yaitu
a. Full tonnage
Tonnase diperhitungkan secara biasa dengan gelada katas sebagai geladak lambung bebasnya
b. Alternative tonnage
Lambung bebas diperhitungkan berdasarkan asumsi bahwa geladak kedua sebagai geladak lambung bebasnya


Stabilitas Kapal

TITIK-TITIK STABILITAS DAN KONDISI STABILITAS KAPAL

Pengertian Stabilitas Kapal 

Stabilitas atau keseimbangan adalah sifat / kecendrungan dari sebuah kapal untuk kembali kekedudukan semula setelah mendapat senget (kemiringan) karena gaya-gaya dari luar (Rubianto, 2004). Menurut Palumian (2001) stabilitas adalah sifat dari kapal untuk kembali pada kedudukan semula jika gaya yang membuat kapal miring telah hilang. Adapun gaya-gaya dari luar eksternal yang dapat menimbulkan kapal senget seperti angin, arus, ombak, gelombang dan badai. Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi stabilitas kapal antara lain konstruksi kapal, muatan kapal, bentuk kapal, kebocoran akibat kandas atau tubrukan. Oleh karena itu maka stabilitas erat hubungannya dengan bentuk kapal, muatan, draft, dan ukuran dari nilai GM.



Stabilitas kapal dapat dibagi dalam stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Untuk stabilitas dinamis diperuntukkan bagi kapal yang sedang oleng atau mengangguk (sedang berlayar). Stabilitas statis diperuntukkan bagi kapal dalam keadaan diam dan terdiri dari stabilitas melintang dan membujur. Stabilitas melintang adalah kemampuan kapal untuk tegak sewaktu mengalami senget dalam arah melintang yang disebabkan oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya, sedangkan stabilitas membujur adalah kemampuan kapal untuk kembali ke kedudukan semula setelah mengalami senget dalam arah yang membujur oleh adanya pengaruh luar yang bekerja padanya. Stabilitas melintang kapal dapat dibagi menjadi sudut senget kecil (0o-15o) dan sudut senget besar (>15o). Akan tetapi untuk stabilitas awal pada umumnya diperhitungkan hanya hingga 15o dan pada pembahasan stabilitas melintang saja. Sedangkan stabilitas dinamis diperuntukkan bagi kapal-kapal yang sedang oleng atau mengangguk ataupun saat menyenget besar. Pada umumnya kapal hanya menyenget kecil saja, jadi senget yang besar, misalnya melebihi 20o bukanlah hal yang biasa dialami. Senget-senget besar ini disebabkan oleh beberapa keadaan umpamanya badai atau oleng besar ataupun gaya dari dalam antara lain GM yang negatif. Dalam teori stabilitas dikenal juga istilah stabilitas awal yaitu stabilitas kapal pada senget kecil (antara 0o–15o).

Titik – titik Stabilitas

Menurut Hind (1967), titik-titik penting dalam stabilitas antara lain adalah titik berat (G), titik apung (B) dan titik M.

a. Titik Berat (G)

Titik berat sebuah kapal adalah pusat dari segala gaya berat yang bekerja vertikal ke arah bawah (pusat dari gaya berat kapal dan muatannya). Letak titik tangkap (G) tidak berubah jika tidak ada perubahan atau penggeseran muatan. Pada sebuah kapal yang berada pada keadaan tegak, maka letaknya titik G ini berada pada sebuah penampang bidang yang dibentuk oleh bidang ini. Oleh karena itu bidang ini disebut bidang simetris. Untuk mengetahui letak bidang simetris dari titik G ini sangatlah sukar, akan tetapi kalau sekedar ingin mengetahui jaraknya atau tingginya terhadap lunas adalah mudah. Caranya ialah dengan meninjau semua pembagian bobot-bobot yang berada diatas kapal terhadap lunas tersebut. Makin banyak bobot yang letaknya dibagian atas, semakin tinggilah letak titik G-nya terhadap lunas dan sebaliknya.

Titik berat kapal (Center of gravity/COG) adalah sebuah titik di kapal yang merupakan titik tangkap dari resultante semua gaya berat yang bekerja di kapal itu dan dipengaruhi oleh konstruksi kapal. Arah bekerjanya gaya berat kapal tersebut adalah tegak lurus ke bawah. Selanjutnya letak / kedudukan titik berat kapal dari suatu kapal yang tegak terletak pada bidang simetris kapal yaitu bidang yang dibuat melalui linggi depan linggi belakang dan lunas kapal. Sifat dari letak / kedudukan titik berat kapal akan tetap bila tidak terdapat penambahan, pengurangan, atau penggeseran bobot di atas kapal dan akan berpindah tempatnya bila terdapat penambahan, pengurangan atau penggeseran bobot di kapal itu dengan ketentuan sebagai berikut :

Bila ada penambahan bobot, maka titik berat kapal akan berpindah ke arah / searah dan sejajar dengan titik berat bobot yang dimuat. 
Bila ada pengurangan bobot, maka titik berat kapal akan berpindah ke arah yang berlawanan dan titik berat bobot yang dibongkar. 
Bila ada penggeseran bobot, maka titik berat sebuah kapal akan berpindah searah dan sejajar dengan titik berat dari bobot yang digeserkan. 

b. Titik Apung (B)

Titik Apung sebuah kapal adalah sebuah titik di kapal yang merupakan titik tangkap resultan semua gaya apung/tekan ke atas air yang bekerja pada bagian kapal yang terbenam di dalam air sehingga kapal mengapung. Kedudukan titik apung ini berhimpit dengan titik berat bagian kapal yang terbenam dalam air. Titik tangkap B ini bukanlah merupakan suatu titik yang tetap, akan tetapi akan berpindah-pindah oleh adanya perubahan sarat atau senget (miring). Kalau untuk G dipergunakan satuan berat, sedangkan untuk B digunakan satuan volume. Dari bagian-bagian (volume) air yang menekan pada tubuh kapal yang berada didalam air. Posisi B berubah jika kapal oleng sehingga dalam pelayaran melalui lautan yang bergelombang, posisi B akan berubah-ubah sebagai berikut :
  1. Jika kapal dalam keadaan seimbang, maka B berada pada garis tengah kapal  (centerline), demikian juga dengan G. Dalam hal ini B berada vertikal dengan G.
  2. Jika kapal mengapung naik turun, maka B naik turun mengikuti naik turunnya kapal, menjauhi atau mendekati G pada suatu garis yang tegak lurus pada garis permukaan air.
  3. Jika kapal oleng, misalnya oleng/miring kesebalah kanan, maka suatu volume air tertentu dipindahkan/didesak pada sebelah kiri kapal, sedangkan disebelah kanan kapal bertambah volume (bagian-bagian) air yang menekan tubuh kapal yang terendam didalam air. Dalam hal ini jika kapal oleng kekanan B berpindah kekanan karena bagian-bagian air (water portions) kiri lebih banyak menekan tubuh kapal bagian kanan daripada bagian kiri. 
Dalam stabilitas kapal, titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah kapal mengalami kemiringan. Letak titik B tergantung dari besarnya kemiringan yang terjadi pada kapal (bila terjadi perubahan sudut kemiringan, maka letak titik B akan berpindah juga). Bila kapal menyenget titik B akan berpindah kesisi yang rendah. Titik B inilah yang menyebabkan kapal mampu untuk tegak kembali setelah mengalami senget. 

Saat kapal bergerak dengan posisi tegak (tidak ada pengaruh gaya luar) maka titik tekan kapal (B) dan titik berat kapal (G) berada pada satu garis vertikal. Sedangkan jika kapal mendapat pengaruh gaya luar, maka titik tekan akan berpindah dari B ke B’ yang mengakibatkan gaya berat dan gaya apung akan membentuk kopel sebesar sudut Ө. kopel inilah yang akan menghasilkan momen oleng (helling moment) dan momen bending (righting moment). Helling moment adalah momen yang bekerja untuk memiringkan kapal, sedangkan righting momen adalah momen yang mengembalikan kapal ke posisi atau kedudukan semula.

c. Titik Metacentrum (M)

Titik Metacentrum kapal adalah titik potong antara garis yang tegak lurus yang ditarik dari titik apung (B) terletak vertikal diatas B dari sebuah kapal yang miring/menyenget paling banyak 150 dengan bidang tengah kapal. Meta berarti berubah-ubah, jadi metacentrum dapat pula diartikan sebagai titik pusat yang selalu berubah-ubah tempatnya. Perubahan titik metacentrum tergantung dari besarnya sudut miring (senget). Makin besar sengetnya, perpindahan titik M makin jauh pula. Jika kapal oleng, posisi M berubah, tapi M selalu berada pada garis tengah kapal (centerline). Titik M selalu pada garis tengah kapal yang berada di dalam tubuh kapal. Tapi untuk olengan besar, kemungkinan M keluar dari dalam tubuh kapal, tapi tetap berada pada garis tengah kapal.

Titik Metasentrum sebuah kapal adalah sebuah titik di kapal yang merupakan titik putus yang busur ayunannya adalah lintasan yang dilalui oleh titik tekan kapal. Titik Metasentrum sebuah kapal dengan sudut-sudut senget kecil terletak pada perpotomgam garis sumbu dan arah garis gaya tekan ke atas sewaktu kapal menyenget. Sifat dari letak/ kedudukan titik metasentrum untuk sudut-sudut senget kecil kedudukan metasentrum dianggap tetap, sekalipun sebenarnya kedudukan titik itu berubah-ubah sesuai dengan arah dan besarnya sudut senget. Oleh karena itu, perubahan letak yang sangat kecil, maka dianggap tetap. Dengan berpindahnya kedudukan titik tekan sebuah kapal sebagai akibat menyengetnya kapal tersebut akan membawa akibat berubah-ubahnya kemampuan kapal untuk menegak kembali. Besar kecilnya kemampuan sesuatu kapal untuk menegak kembali merupakan ukuran besar kecilnya stabilitas kapal itu. Jadi dengan berpindah-pindahnya kedudukan titik tekan sebuah kapal sebagai akibat dari menyengetnya kapal tersebut akan membawa akibat pada stabilitas kapal tersebut berubah-ubah dalam setiap waktu.

Dengan berpindahnya kedudukan titik tekan B dari kedudukannya semula yang tegak lurus di bawah titik berat G itu akan menyebabkan terjadinya sepasang koppel, yakni dua gaya yang sama besarnya tetapi dengan arah yang berlawanan, yang satu merupakan gaya berat kapal itu sendiri sedang yang lainnya adalah gaya tekanan keatas yang merupakan resultante gaya tekanan keatas yang bekerja pada bagian kapal yang berada di dalam air yang titk tangkapnya adalah titik tekan. Dengan terbentuknya sepasang koppel tersebut akan terjadi momen yang besarnya sama dengan berat kapal dikalikan jarak antara gaya berat kapal dan gaya tekanan ke atas.

Gambar. Titik Penting dalam Stabilitas

Kondisi Stabilitas Kapal 

Stabilitas kapal dapat dibagi atas beberapa macam yaitu stabilitas positif (stabil), stabilitas negatif (Unstable Equilibrum), dan stabilitas netral (Netral Equilibrum). Ditinjau dari keseimbangan kapal, letak titik G dan titik M memegang peranan penting yaitu :
  1. Jika G berada di sebelah bawah M, diperoleh keseimbangan yang stabil (stable equilibrum).
  2. Jika G bertindihan dengan M, diperoleh keseimbangan yang netral (neutral equilibrum).
  3. Jika G berada di sebelah atas M, diperoleh keseimbangan yang labil/tidak stabil (labilelunstable equilibrum). 
1. Stabilitas Positif (Stabil)
Stabilitas positif terjadi apabila letak titik berat (G) kapal berada dibawah titik metacenter dimana akan membuat kapal menjadi canggung = stiff = kaku. Pada stabilitas ini dapat terjadi dua kemungkinan yaitu kapal akan menjadi langsar (tender) dan kapal akan menjadi kaku (stiff). Kapal disebut oleng bila tinggi Metacentrik (GM) adalah kecil. Dalam hal ini moment stabilitas adalah kecil, jadi dengan gaya yang sedikit dapat membuat kapal senget (=sudut miring). Kapal yang oleng (langsar) berbahaya mudah terbalik. 

Jika kapal mulai oleng, misalnya oleng ke kanan maka B berpindah meninggalkan centerline kapal. Dalam hal ini G tidak berubah (G hanya berubah disebabkan oleh perubahan/perpindahan berat, dan tidak berubah disebabkan olengan kapal), sedangkan mengenai kedudukan M, untuk olengan kecil dapat di anggap tidak berubah. 
Gambar. Stabilitas Positif

2. Stabilitas Negatif (Unstable Equilibrum)
Sebuah kapal dikatakan mempunyai stabilitas negatif jika titik M terletak dibawah titik G. Dalam keseimbangan yang labil, kapal tidak berada dalam posisi yang tegak, tapi oleng ke kanan maupun ke kiri. Besarnya lengan tergantung dari jauhnya G diatas M. Jika G semakin jauh diatas M, maka olengan tesebut semakin besar. Dalam hal ini, antara gaya B dengan gaya G terjadi lengan/tuas GZ. 

Jika telah terjadi GM yang negatif, maka satu-satunya jalan untuk menghilangkannya ialah dengan cara menambah berat dibagian bawah atau mengurangi berat dibagian sehingga G bergerak turun kebawah sampai berada di bawah M. Jika misalnya GM negatif dan kapal oleng kesebelah kanan, maka sekali-kali jangan lakukan pemindahan muatan dari bagian kanan ke bagian kiri, karena yang demikian akan mengakibatkan kapal kembali nergerak ke kiri.
Gambar. Stabilitas Negatif

3. Stabilitas Netral (Netral Equilibrum)
Sebuah kapal dikatakan mempunyai stabilitas netral, bilamana M jatuh sama dengan G, dalam hal ini momen stabilitas (Momen penegak) = 0. Jika kapal miring karena gaya dari luar maka kapal tidak dapat dikatakan kembali, karena momen penegak nilainya nol. Sebabnya ialah karena titik G terlalu tinggi yang berarti muatan-muatan yang berat ditempatkan ditempat yang terlalu tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan cara menurunkan titik G sehingga timbul momen penegak. Jika kapal mulai oleng/miring, maka B berpindah ke arah olengan meninggalkan garis tengah kapal (centerline) sebagai akibat dari tekanan bagian-bagian air yang semakin besar pada tubuh kapal (yang berada dalam air) di bagian olengan.

Jika sekiranya posisi G, displacement dan olengan adalah sedemikian rupa sehingga G jatuh bertindihan dengan M, maka dalam keadaan yang demikian diperoleh keseimbangan yang netral. Oleh karena G bertindihan dengan M, maka garis BM bertindihan dengan garis GB, berarti arah gaya G dan gaya B bertindihan, tapi dengan arah bekerja yang bertentangan. Karena G jatuh pada M, tidak ada GZ sehingga tidak ada righting moment. Karena tidak ada righting moment, maka kapal akan berada dalam posisi olengan yang demikian dan tidak akan kembali tegak, kecuali ada tenaga luar yang mendorongnya untuk kembali pada posisi tegak, misalnya dorongan dari tenaga angin atau gelombang.
Gambar. Stabilitas Netral